Akses Bagi Disabilitas Dalam Pilkada 2020 Belum Optimal

Akses Bagi Disabilitas Dalam Pilkada 2020 Belum Optimal

Akses Bagi Disabilitas Dalam Pilkada 2020 Belum Optimal
Akses Bagi Disabilitas Dalam Pilkada 2020 Belum Optimal

AYOJAMBI.ID, JAKARTA - Ketua Umum Pusat Pemilihan Umum Akses Disalibitas, Ariani Soekanwo menyampaikan aksesibilitas bagi disabilitas dalam Pilkada 2020 dirasa masih belum optimal. Apalagi ditambah situasi pandemic Covid-19 sekarang ini yang ikut mempersulit disabilitas.

“Kita sudah mengikuti beberapa kali simulasi yang diadakan oleh KPU. Kemudian disitu kita juga menemukan beberapa hal yang kurang akseslah menurut kami,” ujar Ariani dalam diskusi daring Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bertajuk “Inklusivitas Pilkada 2020 di Tengah Pandemi, Kamis (22/10/2020).

Beberapa diantaranya seperti kesulitan mengakses Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang didirikan pada tempat yang berbatu atau berumput. Belum lagi kesulitan yang dihadapi disabilitas netra dan rungu dalam menyesuaikan protokol baru pada pencoblosan.

Menurut Ariani jelas tempat TPS yang landai akan memudahkan akses disabilitas fisik. Kemudian jika bisa disabilitas netra ini diberikan kelonggaran untuk melepas sarung tangan ketika membaca huruf 'brayle' di surat suara.

Untuk disabilitas rungu, dia meminta agar petugas dalam memberikan arahan di TPS nanti bisa menggunakan alat tulis untuk berkomunikasi. Mengingat penggunaan masker ini juga menyulitkan mereka.

“Petugas lapangan itu harus membuka maskernya itu juga bahaya. Untuk memakai face shield sepertinya memudahkan tapi. Mungkin lebih praktis menggunakan alat tulis itu. Untuk memilih disabilitas netra kemarin juga dicoba untuk menggunakan sarung membaca huruf brayle. Itu juga sudah sangat tidak memungkinkan," urainya.

"Karena jari-jarinya tidak akan sensitive kalau harus membaca pakai alat bantu coblos itu. Juga memasukkan surat suara ke dalam template. Itu kalau dengan menggunakan sarung tangan sangat sulit,” lanjutnya.

Dia kemudian mempersoalkan tentang sosialisasi pencoblosan melalui media televisi. Yang mana menurutnya sosialisasi itu belum menjelaskan tentang tata cara para penyandang disabilitas untuk mencoblos.

“Kemudian, yang lainnya juga bahwa saat ini kan sudah ada mulai dikampanyekan melalui tv bagaimana cara mencoblosnya. Itu juga mohon juga diterangkan juga. Dinformasikan juga bagaimana disabilitas itu nantinya itu di tps itu bagaimana,” tambahnya melengkapi.

Bukan hanya itu, dia juga mendesak KPU untuk memperbaiki daftar pemilih tetap (DPT). 

“Di DPT itu ada tertulis pemilih itu normal dan pemilih disabilitas. Memang data disabilitas sudah disesuaikan dengan UU penyintas. Tidak lagi istilahnya tuna netra, rungu tapi sudah disabilitas netra. Disabilitas fisik. Disabilitas intelektual. Untuk non disabilitas mereka nyebutnya normal. Ini juga kata-kata yang harus perlu diganti. Jangan istilah normal dan disabilitas," tegasnya.

"Karena penyintas itu juga normal. Mempunyai kebutuhan untuk makan, minum, bersekolah, untuk mencari penghasilan, berkeluarga, untuk memperoleh penghasilan, butuh untuk kesehatan. Jadi mereka normal. Manusia yang sama dengan manusia lain. hanya matanya tidak berfungsi,” imbuhnya.

Dengan segala catatan ini, Ariani mengusulkan juga agar KPU menyediakan Petugas KPPS keliling bagi mereka disabilitas yang rentan situasi pandemic maupun kesulitan dalam penyesuain protokol kesehatan di TPS.

“Maka bagaimana kalau juga diadakan tps keliling. Jadi mereka bisa didatengi oleh petugas menyampaikan aspirasinya,” pungkasnya.(*)

(Sumber: RRI)



Related Articles